Tab / Navbar Menu

Selasa, 23 April 2013

Yakuza, Kini Kian Dijauhi Generasi Muda Jepang



Zaman memang jauh sudah berubah di Jepang. Kalau dulu menjadi Yakuza bisa berupa kebanggaan, bahkan nyata-nyata pejabat tinggi pemerintahan Jepang bekerjasama erat dengan Yakuza sampai dengan tahun 1960-an. Kini semua sudah berubah, termasuk generasi muda tak mau lagi menjadi yakuza.

Demikian ungkap pengarang buku "Yakuza dan Genpatsu" terkenal di Jepang, Tomohiko Suzuki, khusus kepada tribunnews.com di Ikebukuro, Tokyo.

Mengapa bisa demikian? "Jadi Yakuza saat ini tak dapat duit, hidup susah, susah sekali cari uang karena ditekan habis oleh UU Anti Yakuza. Perusahaan boneka pun banyak yang bangkrut akhir-akhir ini karena tak bisa bergerak lagi karena terkungkung oleh UU tersebut," papar Suzuki.

Penghasilan Yakuza kini menurutnya banyak dari perjudian. Di samping juga penjualan narkoba, kehidupan malam, dan sebagainya.

Anak muda sekarang memiliki karakter berbeda. Belum lagi perkembangan teknologi yang sangat pesat sehingga dunia IT, internet, banyak dimasuki Yakuza kalangan muda untuk mencari uang.

"Anak muda Yakuza pikirannya hanya uang saja, tak ada perasaan kemanusiaan sama sekali. Tidak seperti generasi lama dulu. Tentu tujuannya sama untuk membesarkan organisasi Yakuza. Namun karakter kerjanya sudah lain dibandingkan generasi tua yang lalu-lalu."

Generasi muda ini semakin berat untuk putar otak mencari uang karena hambatan UU Anti Yakuza yang sangat ketat, sehingga fokus hanya kepada uang saja di kepalanya, yang saat ini sangat sulit dicari oleh Yakuza. Perlu ekstra kerja keras bagi Yakuza mencari duit saat ini. Itulah sebabnya salah satu jalan dengan "kabur" ke luar Jepang yang relatif masih mudah mencari uang, termasuk ke Indonesia, tekannya lagi.

Daftar hitam yang dibuat polisi dan disebarkan ke pasar modal di Jepang, dengan harapan anggota Yakuza tidak bisa lagi bertransaksi dan spekulasi jual beli saham, menurutnya tidak ada gunanya.

"Lha, kalau yang transaksi pakai nama isterinya, anaknya, dan teman lainnya, kan tidak ada di daftar Yakuza tersebut, pasti lolos bisa transaksi bukan?" paparnya lagi. Dengan demikian pemberian daftar hitam polisi ke Asosiasi Pedagang Pasar Modal Jepang agar dijauhi dari Yakuza hanya penampilan (performance) saja dari pihak polisi kepada pers. Kenyataan tetap saja bisa transaksi dan menguasai pasar modal di Jepang dengan menggunakan nama orang lain.

Daftar jumlah anggota Yakuza pun yang diumumkan semakin berkurang saat ini, menurutnya, hanya untuk nama anggota Yakuza tertentu yang didaftarkan oleh kelompok Yakuza.

"Kalau kelompok Yakuza tidak mendaftarkan (melaporkan) nama itu kepada polisi, tentu saja polisi menjadi tak memiliki daftar tersebut. Sementara jumlah berkurang karena meninggal karena usia, karena perang antar geng dan sebagainya. Sedangkan yang baru-baru mungkin tak didaftarkan, sehingga secara keseluruhan jumlah anggota Yakuza berkurang seperti diumumkan polisi."

Beberapa pengamat Yakuza senior seperti Mizoguchi dan Miyazaki tampaknya juga melihat hal tersebut. Semakin Yakuza ditekan, semakin dia bersembunyi ke "dalam tanah" dan hal ini justru tidak benar dan tidak baik, "Sebaiknya Yakuza dikontrol dikendalikan dengan baik, bukannya dengan menekan seperti sekarang. Hal ini akan jauh lebih berbahaya dan jadi semakin sulit dideteksi, karena kita semakin tidak tahu musuh mau ngapain, atau tidak tahu apa yang akan mereka lakukan," papar kedua pengamat senior itu.

Hukum Jepang pun tidak memungkinkan dilakukan penyamaran, masuk berpura-pura jadi anggota yakuza. Lain halnya dengan di Amerika Serikat yang sah secara hukum melakukan penyamaran masuk ke dalam organisasi kejahatan. Sedangkan UU penyadapan baru boleh dilakukan akhir-akhir ini. Di masa lalu dilarang oleh hukum Jepang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar